Warga: ‘Demokrasi di Surabaya Telah Mengalami Kegagalan’
Di tengah momen pemilihan kepala daerah, Kota Surabaya kini dihadapkan pada situasi yang cukup unik, dimana hanya ada satu pasangan calon yang diajukan untuk posisi wali kota dan wakil wali kota. Duet yang terdiri dari Eri Cahyadi—yang menjabat sebagai wali kota saat ini—dan Armuji, keduanya merupakan kader dari PDIP yang telah mendapatkan dukungan dari 18 partai politik.
Salah satu penduduk Surabaya, seorang pemuda berusia 29 tahun bernama Bagas, mengungkapkan ketidakpuasan terhadap klik disini keberadaan satu-satunya calon yang ada di kota tersebut. Bagas berpendapat bahwa hal ini mencerminkan adanya praktik “kongsi politik” yang kini berlangsung, dan mengisyaratkan bahwa masyarakat setempat tidak diberikan pilihan yang bervariasi. “Ini menunjukkan bahwa demokrasi di Surabaya sudah gagal,” ujar Bagas kepada wartawan Mustofa El Abdy, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Bagas menegaskan bahwa dia lebih memilih untuk mencoblos kotak kosong dalam pemilihan tersebut. “Setelah mencari tahu mengenai visi dan misi mereka, keputusan saya adalah memilih kotak kosong. Saya ingin ada sebuah perubahan, sesuatu yang baru,” jelasnya.
Sementara itu, Ninda Sahriyani, seorang warga berusia 31 tahun, juga merasakan hal yang sama, yang dia ungkapkan sebagai “tidak diberi pilihan.” Ninda sangat berharap akan ada calon kepala daerah baru yang muncul dalam masa perpanjangan pendaftaran. “Bagi saya, kotak kosong bukanlah sebuah pilihan yang ideal, tetapi sebagai warga, saya tetap walau harus menggunakan hak suara saya untuk memilih kandidat yang terbaik,” kata Ninda.
Dalam pandangan yang berbeda, Oscar Baadilla, yang juga berusia 29 tahun, merasa lebih beruntung karena pasangan calon tunggal yang maju dinilai telah merepresentasikan aspirasinya. Oscar mengakui bahwa meskipun sebenarnya dia menginginkan adanya calon lain untuk bersaing dalam adu gagasan dan program, kenyataannya kandidat-kandidat yang sempat dirumorkan untuk maju justru tidak jadi mencalonkan diri. “Mungkin partai-partai sudah menilai bahwa pasangan Eri dan Armuji memang merupakan pilihan yang tepat untuk menjadi wali kota dan wakil wali kota ke depan,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Partai Nasdem Surabaya, Imam Syafii, menjelaskan posisi partainya yang memilih untuk bergabung dalam koalisi besar dan mendukung Eri-Armuji, yang dianggap sebagai pilihan paling “realistis” berdasarkan hasil survei yang ada. “Kami memiliki hanya dua kursi, dan kami belum menemukan calon yang cocok. Kami telah mencoba mencari dan berkomunikasi dengan partai-partai lain yang mungkin bisa mengalahkan Eri Cahyadi,” ungkap Imam dalam percakapannya.
Keadaan ini membuat Nasdem merasa “tidak memiliki pilihan”, terlebih lagi dengan total suara partainya yang hanya mencakup empat persen. Untuk dapat mengusung calon sendiri, mereka memerlukan perhatian minimal lima persen. Di sisi lain, partai-partai yang memiliki kursi lebih banyak, seperti Gerindra dan Golkar, juga tidak mengajukan calon mereka sendiri. “Oleh karena itu, menurut kami, mendukung Pak Eri dan Pak Armuji adalah keputusan terbaik dalam situasi ini,” imbuh Imam.
Dalam kesempatan tersebut, Imam membantah anggapan bahwa pemilihan kepala daerah dengan hanya satu calon merupakan suatu “kemunduran dalam demokrasi” dan bisa menyebabkan pemerintahan yang minim oposisi. “Jika kami tidak memiliki pilihan dan harus bergantung pada partai lain, yang ternyata juga tidak mencalonkan calon, kami tidak bisa mengambil langkah lain,” jelas Imam.
Beliau berbesar hati akan pemisahan kekuasaan yang tetap terjaga, “Insya Allah, kami akan tetap berfungsi seperti biasanya, karena saya percaya bahwa apa yang dilakukan seseorang yang terpilih menjadi legislator harus bisa diubah menjadi suara yang berarti untuk masyarakat,” tambahnya.
Imam juga meyakini bahwa pasangan Eri-Armuji akan mampu mengalahkan kotak kosong dalam pertarungan ini.